Perkembangan Ekonomi Kreatif dan Positif


Sekretaris  Jenderal  Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Ukus Kuswara membuka rapat lintas Kementerian untuk membahas sinergi program dan kegiatan dalam rangka percepatan Pengembangan Subsektor Ekonomi Kreatif Nasional 2015-2019 yang berlangsung di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona. Subsektor ekonomi kreatif yang akan dikembangkan, meliputi: 1) Arsitektur; 2) Desain; 3) Film,Video & Fotografi; 4) Kuliner; 5) Kerajinan; 6) Mode; 7) Musik; 8) Penerbitan dan Percetakan; 9) Permainan Interaktif; 10) Periklanan; 11) Riset dan Pengembangan; 12) Seni Rupa; 13) Seni Pertunjukan; 14) Teknologi Informasi; dan 15) Televisi dan Radio. Rapat lintas kementerian dilakukan setelah proses FGD (Focus Discussion Group) antara semua pemangku kepentingan berlangsung selama 1 bulan terakhir dan dalam rangka membuat rencana jangka panjang dan menengah pengembangan ekonomi kreatif.


Ekonomi Kreatif Penting dan Strategis

Ekonomi kreatif merupakan sektor strategis dalam pembangunan nasional ke depan, karena ekonomi kreatif berkontribusi secara signifikan terhadap perekonomian nasional, yaitu: berkontribusi sebesar 7% terhadap PDB Nasional, menyerap 11,8 juta tenaga kerja atau sebesar 10,72% dari total tenaga kerja nasional, menciptakan 5,4 juta usaha atau sekitar 9,68% dari total jumlah usaha nasional, serta berkontribusi terhadap devisa negara sebesar 119 Triliun atau sebesar 5,72% dari total ekspor nasional.  Pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi kreatif mencapai 5,76% atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional 5,74%.

Ekonomi kreatif dapat menciptakan nilai tambah dengan basis pengetahuan, termasuk warisan budaya, dan tekonologi yang sudah ada dari ide kreatif dan inovasi sampai ide kreatif terwujud menjadi karya kreatif yang dapat digunakan dan ada pasarnya. Disamping itu karya kreatif Indonesia dapat mengangkat bangsa Indonesia di luar maupun membangun rasa bangga di dalam negeri seperti kita lihat penggunaan batik dan tenun saat ini.  Kreativitas dan inovasi juga menciptakan iklim usaha yang kondusif.

Tujuh Isu Strategis dan Model Pengembangan Ekonomi Kreatif

Dari hasil FGD, telah diidentifikasikan tujuh isu strategis yang menjadi potensi maupun tantangan yang perlu mendapatkan perhatian para pemangku kepentingandalam pengembangan ekonomi kreatif mendatang. “Tujuh isu strategis dalam pengembangan ekonomi kreatif,meliputi: (1) Ketersediaan sumber daya kreatif (orang kreatif-OK) yang profesional dan kompetitif; (2) Ketersediaan sumber daya alam yang berkualitas, beragam, dan kompetitif; dan sumber daya budaya yang dapat diakses secara mudah; (3) Industri kreatif yang berdaya saing, tumbuh, dan beragam; (4) Ketersediaan pembiayaan yang sesuai, mudah diakses dan kompetitif; (5) Perluasan pasar bagi karya kreatif; (6) Ketersediaan infrastruktur dan teknologi yang sesuai dan kompetitif; dan (7) Kelembagaan yang mendukung pengembangan ekonomi kreatif”, jelas Ukus

Agar industri kreatif dapat berkembang di masing-masing bidangnya maupun terdapatnya sinergi antar sektor maupun agar industri kreatif dapat menggerakan sektor lain, diperlukan pendekatan yang holistik dan koordinasi yang efektif.  Maka untuk fungsi fasilitasi dan pemberdayaan Pemerintah, harus ada pembagian tugas antara K/L terkait dan mekanisme koordinasi. Sebagai contoh, misalnya peningkatan ketersediaan sumber daya kreatif maka pendidikan dan ketenagakerjaan  merupakan aspek penting yang merupakan pondasi dalam pengembangan ekonomi kreatif ke depan. Peran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait pendidikan formal di bidang-bidang keterampilan terkait industri kreatif maupun membentuk “creative mind set” menjadi penting. Tidak kalah penting peran dari pemerintah, pemda, intelektual, bisnis dan komunitas untuk mendorong pengembangan pendidikan non formal.

Secara lebih spesifik, untuk seni pertunjukan kualitas pengajar seni pertunjukan dirasakan kurang memadai dan belum tersedianya bidang studi yang mendukung kegiatan seni pertunjukan seperti manajemen dan teknologi panggung seni pertunjukan. Sedangkan pendidikan non formal seperti sangar tari juga perlu untuk dipetahankan.  Contoh lainnya adalah di sektor permainan interaktif, yaitu adanya ketidaksesuaian antara kurikulum pendidikan dengan kebutuhan industri,  dan banyaknya tawaran yang lebih menarik kepada orang kreatif lokal untuk ke luar negeri yang membuat kesulitan bagi studio lokal untuk mendapatkan tenaga kerja kreatif yang berkualitas di dalam negeri.

Selain itu, isu strategis terkait dengan pengembangan industri meliputi: wirausaha kreatif, usaha kreatif, serta karya kreatif merupakan tantangan yang dihadapi hampir di seluruh subsektor industri kreatif. Wirausaha dan usaha kreatif lokal sebagian besar belum mampu untuk berkompetisi dengan wirausaha dan usaha kreatif asing yang sebagian besar sudah memiliki kemampuan produksi yang besar dan sudah terkelola secara profesional. Walaupun demikian, karya kreatif yang dihasilkan oleh orang kreatif Indonesia banyak diakui oleh dunia internasional memiliki kreatifitas yang tinggi.

Hal lain yang juga menjadi perhatian para pemangku kepentingan adalah perlunya regulasi yang mendukung penciptaan iklim usaha yang kondusif untuk berkembangnya industri kreatif, misalnya: regulasi pembiayaan bagi industri kreatif, perlunya skema pembiayaan bagi usaha kreatif yang dapat memberikan jaminan tidak dalam bentuk fisik tetapi dapat berupa kekayaan intelektual, atau perlunya pembiayaan pada saat melakukan penelitian dalam membuat sebuah naskah cerita. Regulasi lainnya yang juga sangat penting adalah regulasi terkait HKI, dimana pentingnya perlindungan dan penegakan hukum atas pelanggaran terhadap Hak kekayaan intelektual. Tanpa adanya perlindungan dan penegakan hukum ini, membuat orang kreatif menjadi enggan untuk berkarya. Regulasi lainnya yang perlu menjadi perhatian adalah regulasi terkait dengan penyediaan sarana telematika di seluruh wilayah Indonesia yang dapat diakses secara mudah dan murah.

Ukus menekankan pentingnya perencanaan yang holistik untuk mengembangkan ekonomi kreatif di Indonesia. Oleh karena itu, Kemenparekraf menginisiasi rencana pengembangan ekonomi kreatif, yang mencakup :

1.     Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional 2009-2025, yang merupakan revisi dari dokumen Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2025 yang telah disusun pada tahun 2009;

2.     Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional 2015â€Â2019, yang merupakan rencana pengembangan jangka menengah ekonomi kreatif nasional; dan

3.     Rencana  Pengembangan  Subsektor  Ekonomi  Kreatif Nasional 2015-2019, yang merupakan rencana pengembangan jangka menengah ekonomi kreatif prioritas subsektor.

Rencana pengembangan ekonomi kreatif akan menjadi masukan untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah periode 2015-2019 yang sedang disusun oleh Bappenas, serta materi dasar dalam penyusunan Perpres Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional yang diharapkan dapat diselesaikan pada tahun 2014 ini.

Untuk mempercepat pengembangan ekonomi kreatif pada lima tahun ke depan (2015-2019) perlu dilakukan sinergi dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan ekonomi kreatif (pelaku/praktisi, akademisi, komunitas maupun instansi pemerintah). “Dalam pembagian tugas pengembangan ekonomi kreatif lintas kementerian dan lembaga pemerintah, maka diharapkan keterlibatan 34 kementerian dan lembaga pemerintahan serta seluruh Gubernur, Walikota, dan Bupati dapat bersinergi untuk mengembangkan ekonomi kreatif, “ tegas Ukus. Ukus juga menyampaikan bahwa ada enam lembaga pemerintah yang baru dilibatkan dalam pengembangan ekonomi kreatif ini dibanding K/L yang selama ini sudah ada dibawah koordinasi Inpres No.6 Tahun 2009 tentang pengembangan ekonomi kreatif.

K/L tersebut adalah: Kepala Badan Pusat Statistik terkait dengan penyediaan data makro ekonomi kreatif; Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang memiliki peran penting untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam pengembangan ekonomi kreatif; Menteri Pemuda dan Olahraga yang memiliki peran untuk meningkatkan partisipasi pemuda dalam pengembangan ekonomi kreatif; Menteri Agama yang memiliki peran untuk mengoptimalkan pesantren-pesantren untuk dapat  memberikan pendidikan terkait ekonomi kreatif; Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Sentral Republik Indonesia yang memiliki peran untuk mengembangkan lembaga atau model pembiayaan yang sesuai bagi ekonomi kreatif.

Rapat koordinasi teknis yang merupakan rakor lintas kementerian ke-3, yang dilaksanakan pada Rabu, 18 Juni 2014 ini,  bertujuan untuk memfinalisasi strategi dan pembagian tugas lintas kementerian serta sinergi program dan kegiatan pengembangan ekonomi kreatif di setiap Kementerian terkait, yang nantinya dapat menjadi dasar pengembangan ekonomi kreatif nasional periode 2015-2019 mendatang.

“Fokus pengembangan subsektor ekonomi kreatif pada periode 2015-2019 adalah peningkatan daya saing industri kreatif dengan pemanfaatan iptek secara optimal dan pengembangan kreativitas dan kelembagaan industri kreatif” jelas Ukus. Pada tahun 2015-2019 mendatang Ukus juga menargetkan kontribusi PDB ekonomi kreatif akan mencapai 7-7,5% dengan syarat pertumbuhan PDB Industri Kreatif minimal 5-6%. Selain itu, tingkat partisipasi tenaga kerja industri kreatif juga ditargetkan mencapai 10,5 -11% dari total tenaga kerja nasional, peningkatan devisa negara mencapai 6,5% - 8% dan selain itu akan didorong penciptaan kota kreatif dan ruang publik bagi masyarakat di seluruh wilayah Indonesia

Sumber : http://www.parekraf.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=2617


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

KEWIRASWASTAAN DAN PERUSAHAAN KECIL

Perlukah Nasionalisasi Perusahaan dan Asset Asing?